18.10.05

S E L I N G K U H

Kemarin sahabat gue datang dengan cerita dan air mata. Di kehamilannya yang menginjak 7 bulan, dengan nafas naik turun, dia bercerita bahwa suami tercintanya kepergok selingkuh. Inbox di telepon genggamnya penuh dengan kata-kata madu ala 2 pasangan ABG yang sedang jatuh cinta habis-habisan.

2 hari yang lalu, calon suami temen kantor gue ketahuan ‘main gila’ dengan cewe’ engga jelas di sebuah club. Gilanya, sebulan lagi mereka akan meresmikan pernikahannya dengan sebuah pesta meriah ber-budget gila-gilaan. Dan yang lebih gila lagi, temanku ini Cuma menjawab dengan wajah sendu, “Gue tau dia orangnya gitu. Ga’ apa-apa lah... Emang nasib gue gitu. Gue cinta sama orang yang seneng tebar pesona. Which is fine with me. I’m not that perfect though.”

Antara sedih teriris karena melihat temen gue disakiti dan bingung karena… Kok gitu ya? Mmm…

Seminggu yang lalu tante gue membuat statement bahwa dari 10 laki-laki hidup di dunia, biasanya 2 memang laki-laki baik-baik (amat sangat jarang ditemui), 5 laki-laki yang berselingkuh gara-gara terjajah posisi istri (makin menjamur akhir-akhir ini) dan 3 sisanya adalah laki-laki yang terlahir dengan gen tukang selingkuh (kalau ini memang sudah ada dari jaman jebot).

Bukan tanpa alasan kalau kalimat itu keluar, karena suaminya berulangkali kedapetan berselingkuh dengan wanita-wanita muda bertampang standar. Perlu digarisbawahi: Berulangkali.

3 bulan yang lalu, sahabat kakak gue mencium gelagat perselingkuhan suaminya dengan teman sekerjanya. Setelah diusut-usut, ternyata suaminya betul-betul berselingkuh dengan alasan, “Aku bisa bicara apapun dan kapanpun dengannya…”

“Loh... Memangnya selama ini ga’ bisa?” balasnya sengit.

“Setelah kita menikah, kamu selalu sibuk dengan anak-anak. Aku selalu dilupakan,” jawabnya tanpa dosa.

Anak yang dijadikan alasan... Sangat tidak masuk akal sehat sama sekali.

Setahun yang lalu, gue baru menyadari bahwa 7 dari 8 anak nenek gue (yang jelas-jelas adalah oom dan tante gue sendiri dan salah satunya adalah ibu gue), ternyata pasangannya ataupun mereka sendiri... berselingkuh. Dua berakhir dengan perceraian dan sisanya selamat. Rumah tangganya berjalan normal seakan-akan seperti memaklumi arti perselingkuhan itu sendiri.

Dan ternyata… ibu gue juga dulu bercerai karena (katanya) ayah yang tadinya pergi ke Amerika untuk menyelesaikan kuliahnya, malahan membuat keluarga baru lagi di sana!

Nah…

Jadi buat apa ada pernikahan kalau isinya melulu berbumbu perselingkuhan?

Terus terang, di tengah pernikahan gue yang baru juga setahun, gue jelas-jelas engga akan bisa ngejawabnya.

Apalagi menanggapi komentar absurd dari temen ibu gue, yang sudah 30 tahun mengarungi samudra pernikahan. Dia bercerita bahwa dalam suatu pernikahan sah-sah saja kalau ada salah asatu yang berselingkuh. “Selama papa engga ninggalin mamah sih… Silahkan saja berhubungan dengan siapapun juga.”

Atau kata-kata keras salah satu teman SMU-gue, “Alasan utama kenapa gue mau mempertahankan pernikahan ini cuma karena anak-anak doang. Laen engga!”

Atau komentar yang gue baca di majalah, “Gue keluar dari keluarga terpandang di masyarakat. Nanti kalau bercerai hanya karena perselingkuhan, bisa-bisa nama baik keluarga kami hancur berantakan. Lagipula perselingkuhan adalah hal biasa di kehidupan kita. Suami gue aja berpoligami dengan 2 wanita. Tapi itu memang yang namanya hidup.”

Tapi, tenang... tenang....

Komentar-komentar positif juga beberapa kali tercetus…

“Selama tempat tidur dan meja makan rapih, suami pasti selalu pulang ke rumah.” Itu komentar ibu temen gue yang asli dari Sumatra Barat dan kini sudah menimang 8 cucu. Pernikahannya memang terhitung sukses berat.

Bos gue yang sangat agamis juga selalu berkomentar ringan, “Takut aja sama Tuhan. Kalau sudah begitu boro-boro berselingkuh, kepikiran juga ga’ akan deh…” Pernikahannya sudah mencapai angka belasan tahun dan tidak satupun diantara mereka berdua pernah melakukan perselingkuhan.

Jadi kesimpulannya apa dong?

Apakah di semua pernikahan (atau kehidupan), perselingkuhan itu bukan hal yang aneh? Atau kita yang aneh kalau tidak menanggapi perselingkuhan?












5 comments:

Anonymous said...

Heheh, itu kayaknya gara2 jumlah cewek jauh lebih banyak daripada cowok! Makanya cewek2 jd bernasib sial ataupun rela2 aja suaminya selingkuh. Kacau ya dunia sekarang..

iwan paul said...

kalo kata adie ms di sebuah infotainment saat ditanya apa tips jitu membina hubungan rumahtangga yang langgeng: "yah intinya adalah menghindari saat2 dan tempat2 yang rawan/beresiko."

Neng Keke said...

Wan, apakah 'saat-saat' itu artinya saat-saat di kantor? Dan 'tempat-tempat' itu adalah di kantor? :p

Berkembang dengan bebas nih topik...

iwan paul said...

ya kapanpun dimanapun. gak cuma di kantor. kan godaan itu selalu mengintip dr mana2. tp emang banyak bgt yah yg selingkuh di tempat kerja. makanya sebelum tergoda, mending ngabur duluan.. huahuahuaha... ;p (ya paling nggak gitu kata adie ms)

Anonymous said...

Well gimana ya,zaman sekarang sudah berubah banget kok. Love love bullshit lah. Kembali ke agama aja...eh tapi nanti2nya agama dipake alasan buat poligami lagi..

Kalau gue saranin cari cowok yang sederhana aja, jangan yang terlalu ganteng, tajir atau cerdas. Biasanya nggak macem2