1.3.09

Untuk Enin dan Bapak tersayang

Enin* gue sudah hampir 6 bulan tergolek di tempat tidur. Sisa-sisa kejayaannya engga lagi keliatan. Badannya yang tinggi besar, sekarang cuma tulang berbalut kulit keriput. Kata-katanya yang tegas, sekarang berganti rupa menjadi bisikan tak berbunyi. Bacaan Surat Yassin yang dihafalnya di luar kepala, sekarang hanya (mungkin) mampu didengarnya. Dulu kita sibuk keluar masuk Pasar Kosambi, sekarang sibuk keluar masuk rumah sakit. Semuanya berubah, semuanya hilang…

Hampir 5 bulan, kondisi Bapak engga jauh beda beda sama Enin. Hidupnya hanya di tempat tidur. Dulu bisa golf seminggu 5 kali, sekarang jalan saja susah sekali. Dulu sepanjang hari sibuk pidato politik, sekarang, seminggu sekali baru bisa bicara beberapa kalimat. Dulu ke mana-mana nyetir mobil sendiri, sekarang naik sepeda statis aja susahnya bukan main. Semuanya berubah, semuanya hilang...

Anak-anak Enin, cucu Enin, tetangga Enin, istri bapak, anak-anak Bapak, temen-temen Bapak… Yang bisa usaha uang, ngasih uang sampe nyaris jual ini itu. Yang bisa do’a, ngasih do’a sampe lupa yang namanya ngantuk. Yang bisa bantu tenaga, bantu ini itu sampai tulang mau patah pun engga dirasa. Semuanya bergerak dana ngelupan masalah recet dan remeh temeh.

Waktu dateng yang rasanya cape, penat, kesel, BT… Kayaknya e-mail dari seseorang di milis bisa jadi cerita yang nyejukin…

Ketika aku tua.

Ketika aku sudah tua, bukan lagi aku yang semula. Mengertilah,
bersabarlah sedikit terhadap aku. Ketika pakaianku terciprat sup,
ketika aku lupa bagaimana mengikat sepatu, ingatlah bagaimana dahulu
aku mengajarmu.

Ketika aku berulang-ulang berkata-kata tentang sesuatu yang telah
bosan kau dengar, bersabarlah mendengarkan, jangan memutus
pembicaraanku.

Ketika kau kecil, aku selalu harus mengulang cerita yang telah beribu-
ribu kali kuceritakan agar kau tidur.

Ketika aku memerlukanmu untuk memandikanku, jangan marah padaku.
Ingatkah sewaktu kecil aku harus memakai segala cara untuk membujukmu
mandi?

Ketika aku tak paham sedikitpun tentang teknologi dan hal-hal baru,
jangan mengejekku. Pikirkan bagaimana dahulu aku begitu sabar
menjawab setiap "mengapa" darimu.

Ketika aku tak dapat berjalan, ulurkan tanganmu yang masih kuat untuk
memapahku. Seperti aku memapahmu saat kau belajar berjalan waktu
masih kecil.

Ketika aku seketika melupakan pembicaraan kita, berilah aku waktu
untuk mengingat. Sebenarnya bagiku, apa yang dibicarakan tidaklah
penting, asalkan kau disamping mendengarkan, aku sudah sangat puas.

Ketika kau memandang aku yang mulai menua, janganlah berduka.
Mengertilah aku, dukung aku, seperti aku menghadapimu ketika kamu
mulai belajar menjalani kehidupan.

Waktu itu aku memberi petunjuk bagaimana menjalani kehidupan ini,
sekarang temani aku menjalankan sisa hidupku. Beri aku cintamu dan
kesabaran, aku akan memberikan senyum penuh rasa syukur, dalam senyum
ini terdapat cintaku yang tak terhingga untukmu.


Mungkin kalau Enin dan Bapak masih bisa bicara, mereka bakal bicara seperti tulisan di atas.

Ya Allah berikan yang terbaik MENURUTMU untuk kita semua. Amin.

*) Panggilan untuk nenek

16 comments:

Anonymous said...

duh sampai mrebes mili baca puisinya..
cuman bisa kirim doa buat bapak n eninnya Keke..

Neng Keke said...

Ade:
Makasih doanya ya, De :)

Anonymous said...

Bila tua menghampiri...
tak ada daya untuk menolak segala rasa.
Yang terbaiklah pasti diberikan Nya.

Anonymous said...

luar biasa. untung gue kawinin.. :).

Micki Mahendra said...

wah pasti anonymous itu si Aa tuhhh
heiaheiheieah

Neng Keke said...

Cenya 95:
Maksih doanya yaaa...

Anonymous:
Halaaaahhh...

Micki Mahendra:
PASTINYA!!! =))

Anonymous said...

mbak, coba lihat iklan petronas lebaran versi burung murai di youtube. iklannya sangat menyentuh.
mungkin seperti itu juga gambaran "ketika aku tua" :).

yang sabar ya mbak... do the best in every second. agar tidak menyesal di kemudian hari :)

Anonymous said...

jadi terharu...ikutan kirim doa aja

Anonymous said...

Semoga Allah memberikan yang terbaik bagi keluarganya.

Salam kenal ya Neng...

Anonymous said...

Semoga Allah memudahkan. Terima kasih postingnya, jadi nasehat yang sangat bagus...

Anonymous said...

terimakasih, benar2 menyentuh segala kesombongan saya dg cara yg demikian lembut & bersahaja.

salam kenal, mbak. mohon ijin utk terus mdptkan inspirasi2 dg mengikuti blog ini. saya nantikan kunjungan balik :)

Anonymous said...

Ehmmm... Enin itu siapa?

Anonymous said...

mbak, enin tu apa sih? ibu ya?

semoga diberikan yang terbaik untuk keluarganya deh :)

Anonymous said...

moga dapet yang terbaek nenk

Anonymous said...

ikut nyumbang doa....

smoga diberikan yang terbaik oleh Tuhan... Amiin...

*dalam kondisi mereka yg 'seperti itu' mereka bakalan lebih seneng lagi kalo kita temani...*

Neng Keke said...

Anonymous:
Bener! TVC itu pas vbanget. Banjir air mata deh liatnya.


=3=:
Makasih :)


Hejis:
Slaam kenal juga, makasih do'a-nya



Adit:
Itu juga kiriman temen. Buat bahan kita belajar bareng...


De Asmara:
Okeeee... Ntar gue santronin :)


Joane:
Enin itu panggilan buat nenek gue

Wennyaulia:
Di bawah ada axterix ngasih keterangan tentang Enin :) Itu sebenernya panggilan buat nenek gue. Makasih ya do'a-nya...


dindacute:
Makasih, sayang


yoan:
Iya, gue juga berusaha buat sering-sering mampir walaupun sebentar.